Minggu, 30 Januari 2011

Perceraian akibat Selingkuh meningkat


Perceraian Akibat Selingkuh Meningkat

cerai1Angka perceraian meningkat tajam seiring dengan derasnya ars globalisasi dan mudahnya bekerja ke luar negeri. Di Jawa barat, perceraian akibat perselingkuhan dalam empat bulan terakhir cenderung meningkat. Tahun lalu masalah ini paling banyak terjadi di Majalengka dan Sumedang.
Catatan Pengadilan Tinggi Agama Bandung menyebutkan periode Januari – April 2009, sekitar 420 pasangan di 24 kabupaten dan kota di Jawa Barat bercerai.. Rinciannya adalah bulan Januari 92 kasus, Februari 96 kasus, Maret 105 kasus, dan April 127 kasus. Dari angka itu, perceraian akibat orang ketiga di wilayah kerja Pengadailan Agama Majalengka mencapai 103 kasus dan 52 kasus di Pengadilan Agama Sumedang, sementara di daerah lain lebih kecil lagi.
Selingkuh, kata Kata Yuli Suliswidiawati, Konselor, Terapis & Trainers Psikologi, adalah penyimpangan perilaku yang tidak sesuai aturan pada seseorang yang sudah membuat ikatan pernikahan. “Pernikahan berarti suami istri harus menjalankan peran dan fungsi sesuai dengan aturan-aturan ikatan itu. Kalau ada salah satu pihak yang melakukan tindakan di luar itu, maka itu disebut selingkuh,” kata Yuli. Perselingkuhan terjadi karena berbagai faktor seperti materi, keluarga dan ada ikatan lain di luar ikatan resmi suami istri.
Yuli menyatakan orang yang melakukan perselingkuhan bukan sedang menyakiti pasangannya, melainkan sedang menyeleweng dari akad nikahnya, dari hati nuraninya, dan dari Allah. “Jadi ketika terjadi perselingkuhan itu, sesungguhnya yang paling menderita adalah si pelaku itu sendiri, karena dia berbohong, otomatis dia akan dikejar-kejar oleh perasaan bersalah dan berdosa,” katanya.
Angka perceraian sepanjang 2007-2008 yang diputuskan Pengadilan Agama (PA) di Kabupaten Lebak Jawa barat dalam dua tahun terakhir juga meningkat sekitar 45 persen. Humas PA Kabupaten Lebak, Mashud mengatakan, bertambahnya kasus perceraian disebabkan oleh faktor ekonomi keluarga dan rendahnya pendidikan masyarakat sehingga banyak suami meninggalkan isteri begitu saja tanpa tanggung jawab. Selain itu, akibat pernikahan dini yang belum siap untuk membina rumah tangga sehingga pasangan suami isteri kurang harmonis. “Saya khawatir anak-anak korban perceraian kurang mendapat kasih sayang kedua orang tua dan bisa mempengaruhi masa depan mereka,” katanya.
Mashud mengatakan, kasus perceraian yang ditangani PA Kabupaten Lebak sejak 2007 tercatat 184 pasangan suami isteri, sedangkan pada 2008 meningkat menjadi 266 kasus atau naik 45 persen. “Diperkirakan perceraian tahun 2009 meningkat karena saat ini mencapai 131 kasus,” katanya.
Dia menyebutkan, sebelum memutuskan gugat cerai ini, pihaknya lebih dulu mengambil langkah mediasi diantara pasangan yang akan bercerai untuk memberikan kesempatan kepada mereka berpikir secara matang sebelum mengambil keputusan bercerai. Pasangan suami istri yang melakukan cerai gugat di Pengadilan Agama umumnya dari kalangan usia produktif antara 25 sampai 40 tahun dan hanya sedikit yang membatalkan perceraian. *

Tidak ada komentar:

Posting Komentar